Kamis, 22 Januari 2009

KTSP SMP 3 MALANGBONG GARUT

BAB I
PENDAHULUAN

A. RASIONAL

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

B. Landasan Hukum dan Operasional

1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS berdasarkan atas :
· Pasal 1 ayat 19 : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
· Pasal 36 ayat 1-3 : (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a). peningkatan iman dan takwa; b). peningkatan akhlak mulia; c). peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d). keragaman potensi daerah dan lingkungan; e). tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f). tuntutan dunia kerja; g). perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h). agama; i). dinamika perkembangan global; dan j). persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
· Pasal 37 ayat 1 adalah (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : a). pendidikan agama; b). pendidikan kewarganegaraan; c). bahasa; d). matematika; e). ilmu pengetahuan alam; f). ilmu pengetahuan sosial; g). seni dan budaya; h). pendidikan jasmani dan olahraga; i). keterampilan/kejuruan; dan j). muatan lokal.
· Pasal 38 ayat 1-2 adalah (1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
3. PERMEN No. 22 Tahun 2006, tentang : Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Permen no. 23 Tahun 2006 tentang : Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. PERMEN No. 24 Tahun 2006 Tentang : Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

C. TUJUAN

KTSP ini disusun sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan di SMP Negeri 3 Malangbong Garut.


BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN

A. VISI
Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di sekolah. Sekolah sebagai unit penyelenggara pendidikan juga harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan. Perkembangan dan tantangan itu misalnya menyangkut: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) globalisasi yang memungkinkan sangat cepatnya arus perubahan dan mobilitas antar dan lintas sektor serta tempat, (3) era informasi, (4) pengaruh globalisasi terhadap perubahan perilaku dan moral manusia, (5) berubahnya kesadaran masyarakat dan orang tua terhadap pendidikan, (6) dan era perdagangan bebas.
Tantangan sekaligus peluang itu harus direspon oleh sekolah kami, sehingga visi sekolah diharapkan sesuai dengan arah perkembangan tersebut. Visi tidak lain merupakan citra moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Namun demikian, visi sekolah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional. Visi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan (1) potensi yang dimiliki sekolah, (2) harapan masyarakat yang dilayani sekolah.
Dalam merumuskan visi, pihak-pihak yang terkait (stakeholders) bermusyawarah, sehingga visi sekolah mewakili aspirasi berbagai kelompok yang terkait, sehingga seluruh kelompok yang terkait (guru, karyawan, siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah) bersama-sama berperan aktif untuk mewujudkannya.
Visi pada umumnya dirumuskan dengan kalimat: (1) filosofis, (2) khas, (3) mudah diingat. Berikut ini merupakan visi yang dirumuskan oleh sekolah kami, SMP Negeri 3 Malangbong Garut.
VISI SMP Negeri 3 Malangbong adalah ADAMI :
Agamis, Dedikatif, Aktif, Motivatif dan Inovatif.

Indikator :
1. Meningkatnya implementasi IMTAK dalam kehidupan sehari-hari
2. Meningkatnya mutu kelembagaan dan manajemen
3. Meningkatnya standar kelulusan
4. Unggul dalam pengembangan kurikulum
5. Unggul dalam pengembangan tenaga kependidikan
6. Unggul dalam pengembangan fasilitas dan standar pembiayaan pendidikan
7. Unggul dalam pengembangan standar penilaian
10. Terwujudnya suasana lingkungan yang aman, asri dan kondusif
11. Unggul dalam prestasi akademis dan non akademis

B. MISI

Untuk mencapai visi tersebut, perlu dilakukan suatu misi berupa kegiatan jangka panjang dengan arah yang jelas. Berikut ini merupakan misi yang dirumuskan berdasarkan visi di atas :
a. Mewujudkan suasana lembaga pendidikan yang agamis denngan warga sekolah yang yang beriman, bertakwa, serta berakhlakulkarimah;
b. Mewujudkan kedisiplinan, keteladanan, kekeluargaan dan kebersamaan pada semua warga sekolah;
c. Mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;
d. Mewujudkan SMP 3 Malangbong sebagai lembaga pendidikan yang memiliki motivasi untuk berprestasi dan siap bersaing minimal di wilayah Kabupaten Garut;
e. Mewujudkan SMP 3 Malangbong sebagai lembaga pendidikan yang dinamis, inovatif dan siap menyesuakan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Misi merupakan kegiatan jangka panjang yang masih perlu diuraikan menjadi beberapa kegiatan yang memiliki tujuan lebih detil dan lebih jelas. Berikut ini jabaran tujuan yang diuraikan dari visi dan misi di atas.

Tujuan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan sekolah kami merupakan jabaran dari visi dan misi sekolah agar komunikatif dan bisa diukur sebagai berikut:

Peningkatan /Pengembangan Isi (Kurikulum) :
1. Sekolah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan pada tahun 2008/2009
2. Sekolah mengembangkan pemetaan KTSP pada tahun 2008/2009
3. Sekolah mengembangkan silabus untuk kelas VII,VIII dan IX semua mata pelajaran tahun 2008/2009
4. Sekolah mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk kelas VII,VIII dan IX semua mata pelajaran pada tahun 2008/2009
5. Sekolah mengembangkan sistem penilaian terpadu dan berkelanjutan untuk kelas VII,VIII dan IX semua mata pelajaran pada tahun 2008/2009.

Peningkatan/Pengembangan Tenaga Kependidikan
1. Sekolah mengembangkan profesionalisme guru pada tahun 2007-2011
2. Sekolah memiliki peningkatan kompetensi guru pada tahun 2007-2011
3. Sekolah memiliki pengkatan kompetensi tenaga TU pada tahun 2007-2011
4. Sekolah memiliki peningkatan monitoring dan evaluasi oleh kepala sekolah terhadap kinerja guru dan tenaga TU pada tahun 2007-2011
5. Sekolah memiliki peningkatan kuantitas tenaga kependidikan baik PNS maupun GTT tahun 2007-2011

Peningkatan Standar Proses
1. Sekolah mencapai standar proses model dan strategi pembelajaran untuk semua mata pelajaran dengan melakukan KBM yang berorientasi pada CTL 2008/2009
2. Sekolah mengembangkan strategi penilaian otentik (autentic assesment) untuk kelas VII,VIII dan IX semua mata pelajaran pada tahun 2008/2009
3. Sekolah mengembangkan bahan dan sumber pembelajaran untuk kelas VII,VIII dan IX semua mata pelajaran pada tahun 2008/2009

Peningkatan/Pengembangan Fasilitas Pendidikan
1. Sekolah memiliki peningkatan dan pengembangan media pembelajaran pada tahun 2007-2011
2. Sekolah memiliki peningkatan penciptaan lingkungan belajar yang kondusif tahun 2007-2011

Peningkatan Standar Kelulusan
1. Sekolah mencapai standar kelulusan 100% pada tahun 2007-2011
2. Sekolah mengembangkan kejuaraan lomba-lomba akademik meliputi : siswa dan guru berprestasi, karya tulis siswa dan guru, olympiade untuk mata pelajaran matematika, fisika dan biologi 2007-2011
3. Sekolah mengembangkan kejuaraan lomba-lomba non-akademik meliputi bidang olah raga, kesenian, pramuka, keterampilan dan kerajinan 2007-2011

Peningkatan Mutu Kelembagaan Dan Manajemen
1. Sekolah mengembangkan dan melengkapi administrasi sekolah yang bersifat wajib dan tidak wajib pada tahun 2007-2011
2. Sekolah mengembangkan implementasi MBS pada tahun 2007-2011
3. Sekolah mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi tentang kinerja sekolah 2007-2011
4. Sekolah mengembangkan sistem supervisi klinis oleh kepala sekolah pada tahun 2007-2011
5. Sekolah mencapai SPM pada tahun 2007-2011
6. Sekolah mengembangkan penggalangan partisipasi masyarakat pada tahun 2007-2011
7. Sekolah memiliki jaringan informasi akademik di internal sekolah pada tahun 2007-2011
8. Sekolah memiliki jaringan kerja secara vertikal dan horizontal yang sinergis pada tahun 2007-2011
9. Sekolah mengembangkan aspek-aspek manajemen untuk pengembangan standar-standar pendidikan pada tahun 2007-2011

Pengembangan Standar Pembiayaan Pendidikan
1. Sekolah memiliki peningkatan penggalangan dana dari berbagai sumber pada tahun 2007-2011
2. Sekolah memiliki usaha-usaha pada tahun 2007-2011
3. Sekolah memiliki upaya pendayagunaan potensi sekolah dan lingkungan pada tahun 2007-2011
4. Sekolah mengembangkan sistem subsidi silang pada tahun 2008/2009

Pengembangan Standar Nilai
1. Sekolah mengembangkan perangkat model-model penilaian pembelajaran pada tahun 2008/2009
2. Sekolah mengembangkan implementasi model evaluasi pembelajaran pada tahun 2008/2009
3. Sekolah mengembangkan instrumen atau perangkat soal-soal untuk berbagai model evaluasi pada tahun 2008/2009
4. Sekolah mengembangkan pedoman-pedoman evaluasi pada tahun 2008/2009
5. Sekolah mengembangkan lomba-lomba dan uji coba, dalam peningkatan standar nilai pada tahun 2006-2010
6. Sekolah mengembangkan penerapan model-model pembelajaran bagi anak berprestasi, bermasalah, dan kelompok anak lainnya pada tahun 2007-2011

Tujuan sekolah kami tersebut secara bertahap akan dimonitoring, dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu, untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Sekolah Menengah Pertama yang dibakukan secara nasional, sebagai berikut:
1. Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan.
2. Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
3. Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif dalam memecahkan masalah, serta berkomunikasi melalui berbagai media.
4. Menyenangi dan menghargai seni.
5. Menjalankan pola hidup bersih, bugar, dan sehat.
6. Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.

BAB III
STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

A. Struktur Kurikulum
Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah berisi sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik. Mengingat perbedaan individu sudah barang tentu keluasan dan kedalamannya akan berpengaruh terhadap peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Program pendidikan terdiri dari Pendidikan Umum, Pendidikan Kejuruan, dan Pendidikan Khusus. Pendidikan Umum meliputi tingkat satuan pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pendidikan Kejuruan terdapat pada sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan khusus meliputi sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa(SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) dan terdiri atas delapan jenis kelainan berdasarkan ketunaan.
Pada program pendidikan di sekolah menengah pertama (SMP) dan yang setara, jumlah jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 32 jam pelajaran setiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 40 menit. Jenis program pendidikan di SMP dan yang setara, terdiri dari program umum meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti seluruh peserta didik, dan program pilihan meliputi mata pelajaran yang menjadi ciri khas keunggulan daerah berupa mata pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran yang wajib diikuti pada program umum berjumlah 10, sementara keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh kebijakan Dinas setempat dan kebutuhan sekolah.
Pengaturan beban belajar menyesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur kurikulum. Setiap satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping memanfaatkan mata pelajaran lain yang dianggap penting namun tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi. Dengan adanya tambahan waktu, satuan pendidikan diperkenankan mengadakan penyesuaian-penyesuaian. Misalnya mengadakan program remediasi bagi peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal.

B. Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum SMP meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
Muatan Kurikulum di SMP Negeri 3 Malangbong Garut pada tahun pelajaran 2008/2009 diperuntukkan bagi Kelas Reguler sebanyak 9 rombongan belajar.
1. Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu.
Pada bagian ini sekolah mencantumkan mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri beserta alokasi waktunya yang akan diberikan kepada peserta didik.
Pada tahun pelajaran 2008/2009 terjadi penambahan mata pelajaran muatan lokal yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dengan beban jam perminggu 2 jam pelajaran untuk kelas VII, VIII, dan IX secara serempak.
Kurikulum SMP berdasarkan KTSP 2006 , terdiri dari 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri yang harus diberikan kepada peserta didik.
Berikut disajikan Struktur Kurikulum SMP Negeri 3 Malangbong Garut :
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VII
VIII
IX
A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
6. Ilmu Pengetahuan Alam
4
4
4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
8. Seni Budaya
2
2
2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
10. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
B. Muatan Lokal



- Bahasa Sunda
- Tata Busana
- Pend. Lingkungan Hidup
2
2
2
2
2
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri (Ekstra Kurikuler)
2*)
2*)
2*)
Jumlah
36
36
36
*) 2 jam ekuivalen
2. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh sekolah. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga sekolah harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester, atau dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun.
Muatan lokal yang menjadi ciri khas daerah (Provinsi Jawa Barat) dan diterapkan di sekolah kami adalah :
- Pendidikan Bahasa Sunda
Wajib bagi semua siswa kelas VII hingga kelas IX. Alokasi waktu 2 jam pelajaran.
- Pendidikan Tata Busana
Wajib bagi semua siswa kelas VII hingga kelas IX. Alokasi waktu 2 jam pelajaran.
- Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), mulai tahun pelajaran 2008/2009, Wajib bagi semua siswa kelas VII, VIII, dan IX .

3. Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah bimbingan konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan, kelompok seni-budaya, kelompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja.
Pengembangan Diri di SMP N 2 Garut meliputi program berikut ini :
- Bimbingan Karir (BK)
Dilaksanakan sebagai bagian dari program pembelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.
- Siraman Rohani Islam (Sirohis)
- Pramuka
- Kesenian (Tari dan Degung)
- Olah raga (Basket, Bola Voli)
Pada umumnya, program tersebut dilaksanakan 1 x dalam seminggu pada hari sesuai jadwal ekstrakurikuler. Khusus untuk Siraman Rohani Islam dilaksanakan tiap hari jumat pada jam pertama selama 40 menit. Pembiasaan diri berupa membaca Al-Quran dilaksanakan setiap hari selama 10 menit pertama pada jam pertama dan Upacara Bendera setiap hari senin.

5. Pendidikan Kecakapan Hidup
Mata Pelajaran pilihan/ciri khas merupakan pendidikan kecakapan hidup ( Live skill ). Adapun di SMP Negeri 3 Malangbong Garut meliputi :
· Pendidikan Seni Tari dan Degung Kelas VII dan VIII
· Pendidikan Lingkungan Hidup Kelas VII, VIII, dan IX
· Olahraga diantaranya : Basket dan Bola Voli. Dilaksanakan pada saat Ekskul.

6. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal diantaranya adalah
Seni dan Budaya, diharapkan dapat :
1. Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni rupa terapan melalui gambar bentuk obyek tiga dimensi yang ada di daerah setempat .
2. Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni gamelan degung setempat secara perseorangan dan berkelompok.
3. Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni tari tunggal dan berpasangan/kelompok terhadap keunikan seni tari daerah setempat
b. Pendidikan Berbasis Keunggulan Global, diantaranya adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi, diharapkan dapat :
1. Memahami penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan prospeknya di masa datang
2. Menguasai dasar-dasar ketrampilan komputer
3. Menggunakan perangkat pengolah kata dan pengolah angka untuk menghasilkan dokumen sederhana
4. Memahami prinsip dasar internet dan menggunakannya untuk memperoleh informasi.

7. Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar ditentukan berdasarkan penggunaan sistem pengelolaan program pendidikan yang berlaku di sekolah pada umumnya saat ini, yaitu menggunakan sistem Paket. Adapun pengaturan beban belajar pada sistem tersebut sebagai berikut :
a. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
b. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SMP/MTs/SMPLB adalah antara 0% - 50% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
c. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

8. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus menentukan kriteria ketuntasan minimal sebagai target pencapaian kompetensi (TPK) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Berikut ini tabel nilai ketuntasan belajar minimal yang menjadi target pencapaian kompetensi di SMPN 3 Malangbong Garut dan berlaku saat ini.
No.
Mata Pelajaran
Nilai KKM Kelas
VII
VIII
IX
1
Pendidikan Agama
65
66
67
2
Pendidikan Kewarganegaraan
65
65
65
3
Bahasa Indonesia
64
65
65
4
Bahasa Inggris
55
58
60
5
Matematika
50
55
55
6
IPA
55
60
60
7
IPS
65
62
70
8
Seni Budaya
65
66
66
9
Pendididkan Jasmani
60
60
70
10
Teknologi Informatika Komunikasi
60
60
65
11
Mulok Bahasa Sunda
62
65
66
12
Mulok Tata Busana
65
70
70


9. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas di SMP Negeri 2 Garut berlaku setelah siswa memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. Di sekolah kami, kenaikan kelas juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 90%.
Dengan mengacu kepada ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari SMP Negeri 2 Garut setelah memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. lulus Ujian Nasional;
e. Di sekolah kami, kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 90%.

BAB IV
KALENDER PENDIDIKAN

Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Setiap permulaan tahun pelajaran, tim penyusun program di sekolah menyusun kalender pendidikan untuk mengatur waktu kegiatan pembelajaran selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Pengaturan waktu belajar di sekolah mengacu kepada Standar Isi dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.
Beberapa aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam menyusun kalender pendidikan sebagai berikut:

1. Permulaan Tahun Pelajaran
Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Permulaan tahun pelajaran telah ditetapkan oleh Pemerintah yaitu bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.

2. Waktu Belajar
a. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran. Sekolah/madrasah dapat mengalokasikan lamanya minggu efektif belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
b. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
3. Libur Sekolah
· Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
· Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
· Libur jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun.
· Sekolah/madrasah-sekolah pada daerah tertentu yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengatur hari libur keagamaan sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
· Bagi sekolah/madrasah yang memerlukan kegiatan khusus dapat mengalokasikan waktu secara khusus tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
· Hari libur umum/nasional atau penetapan hari serentak untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.

4. Jadwal Kegiatan

Kegiatan Pembelajaran peserta didik di SMP Negeri 3 Malangbong Garut Tahun Pelajaran 2008/2009 sesuai dengan Kalender Pendidikan Pemerintah Pusat Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut.

Selasa, 20 Januari 2009

SIKAP DAN PERILAKU KEPALA SEKOLAH YANG PROFESIONAL

A. Latar Belakang Masalah
Kepala Sekolah merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila.
Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak benar.Untuk itulah makalah ini saya susun sebagai bahan kajian bagi guru atau pendidik agar dapat berperilaku dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas mulia ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah:1. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu?2. Mengapa sikap dan perilaku guru bisa menyimpang?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
a. Mendeskripsikan penyebab sikap dan perilaku guru bisa menyimpang.
b. Mendeskripsikan sikap dan perilaku guru yang profesional.
2. Manfaat penyusunan makalah ini secara:
a. Teoretis, untuk mengkaji sikap dan perilaku guru yang profesional.
b. Praktis, bermanfaat bagi:
(1) para pendidik agar pendidik dapat bersikap dan berperilaku profesional,
(2) para kepala sekolah, untuk memberikan pembinaan kepada para pendidik.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi.
Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas:
1. Komponen kognitifKomponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.
2. Komponen afektifKomponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
3. Komponen konatifKomponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata.
Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.
Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.
2. Fungsi pertahanan egoIni merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya.
Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego.
3. Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
4. Fungsi pengetahuan
Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu. Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut objek sikap yang bersangkutan.Proses timbulnya atau terbentuknya sikap dapat dilihat pada bagan sikap berikut ini:Faktor Internal- Fisiologis- Psikologis
Objek SikapSikapFaktor Eksternal- Pengalaman- Situasi- Norma-norma- Hambatan- PendorongReaksi
Bagan 1 :
Bagan Proses Timbulnya SikapDari bagan di atas tersebut dapat dikembangkan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh terhadap sikap yang ada pada diri seseorang.Sementara itu reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Sikap yang diambil pada diri individu dapat diikuti dalam bagan berikut ini:
Keyakinan
Proses Belajar
Cakrawala
Pengalaman
Pengetahuan
Objek Sikap
Persepsi
Faktor- Faktor lingkungan yang berpengaruh
Kepribadian
Kognisi
Afeksi
Konasi
Sikap
Bagan 2 :
Bagan Perseps dikutip dari Mar'at (1982:23) dengan perubahan.
Dilihat dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa sikap akan dipersepsi oleh individu dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam persepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak dan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan.Bringham dalam Azwar (2000:138) menjelaskan tipe ukuran sikap yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi responden.Mengukur sikap bukan suatu hal yang mudah sebab sikap adalah kecenderungan, pandangan pendapat, atau pendirian seseorang untuk meneliti suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya, dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Dalam penelitian sikap, tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya. Perlu diperhatikan metode yang berhubungan dengan pengukuran sikap, bagaimana instrumen itu dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur sikap.
Azwar (2000:90) menjelaskan bahwa, metode yang bisa digunakan untuk pengungkapan sikap yaitu:
1. Observasi perilakuKalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang) misalnya tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukanlah dapat disimpulkan bahwa ia tidak menyukai film Indonesia. Orang lain yang selalu memakai baju warna putih, bukankah dia memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih. Perilaku tertentu bahkan kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya. Dengan demikian, perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam kontek situasional tertentu, tetapi interpretasi sikap warna sangat berhati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.
2. Pertanyaan langsungAsumsi yang mendasari metode pertanyaan langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya.
3. Pengungkapan langsungSuatu metode pertanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkapan langsung dengan item ganda sangat sederhana. Responden diminta untuk menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respondennya yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur. Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengungkapan langsung yaitu dengan menggunakan skala psikologis yang diberikan pada objek.
B. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
menunggu peserta didik berperilaku negatif,
menggunakan destruktif discipline,
mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
merasa diri paling pandai di kelasnya,
tidak adil (diskriminatif), serta
memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
kasih sayang,
penghargaan,
pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
kepercayaan,
kerjasama,
saling berbagi,
saling memotivasi,
saling mendengarkan,
saling berinteraksi secara positif,
saling menanamkan nilai-nilai moral,
saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
saling menularkan antusiasme,
saling menggali potensi diri,
saling mengajari dengan kerendahan hati,
saling menginsiprasi,
saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
C. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu.Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak.
Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.
B. Saran
Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mar'at, 1981. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media Komputindo.
R. Tantiningsih, 2005. Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14 Mei 2005.
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media Pustaka Mandiri.
Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

GURU PROFESIONAL (KONSEP DAN STRATEGI)

Muqaddimah
Menjadi guru merupakan tugas yang mulia. Tugas ini bisa dikatakan mulia tentu saja bila dikerjakan dengan ikhlas karena Allah SWT semata. Aktivitas ini juga mulia bila yang bersangkutan mendidik anak didiknya dengan pendidikan yang berdasarkan pada ajaran dan syariah Islam yang baik dan benar. Semua yang diajarkannya dibingkai dan diberi muatan nilai-nilai islami meskipun itu pelajaran sains, IT, penjas, English, dan lain-lain sebagainya.
Seorang guru menjadi pendidik bagi generasi zamannya. Ia memegang peranan penting sebagai agent of change bagi perubahan, pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat. Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan ikhlas dan professional dalam mengajar, ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama serta prilaku yang baik, maka ia akan mendapat keberuntungan baik di dunia dan akhirat.
Rasulullah pernah bersabda,“seseorang yang mengajarkan kebaikan akan dimintakan ampun oleh segala sesuatu hingga ikan-ikan yang ada di lautan.” (HR Ath-Thabrani)
Sebaliknya, jika ia melalaikan tanggung jawabnya, mengarahkan anak didiknya ke hal-hal yang menyimpang, dan memiliki akhlak yang rapuh, maka celakalah anak didiknya. Selain anak-anak didiknya, ia juga lebih celaka lagi karena menanggung dosa dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW ,” masing-masing kalian adalah pemimpin. Kalian pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian pimpin.”
Seorang guru adalah pemimpin di sekolah yang menjadi tempat mengabdikan ilmunya. Ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan apa yang dilakukan oleh anak didiknya, tidak hanya ketika di sekolah, tetapi juga harus memantau seluruh kegiatannya ketika di rumah, oleh karenanya, harus ada kerja sama yang baik dan koordinatif antara guru dan orang tua atau wali murid agar pendidikan yang kita tanamkan dan kita ajarkan kepada anak didik kita memang benar-benar dapat membentuk akhlakul karimah-nya (character building).
Sebenarnya dalam mendidik atau untuk menjadi guru yang professional ada tauladan yang sudah seharusnya menjadi panutan kita, Beliau bukan sekedar guru yang professional saja melainkan lebih dari itu. Beliau adalah tauladan kita dalam segala hal dalam berdakwah, pendidikan, berdagang, kepemimpinan, kenegaraan dan lain sebagainya. Beliau adalah nabi kita, rasul akhir zaman Muhammad SAW. Ini berdasarkan firman Allah “Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatnu hasanah.” yang artinya sungguh pada diri Nabi Muhammad ada contoh atau tauladan yang baik. Nabi Muhammad adalah merupakan guru yang sangat profesional. Yang tidak hanya pernah mendidik para shahabat yang menjadi sebaik-baik generasi ummat Islam, tetapi juga telah mendidik seluruh ummatnya dengan Al-hadits (perkataan, perbuatan, dan ketetapannya). Buktinya hingga kini kita masih memegang teguh semua ajarannya.
Dalam konteks keislaman lainnya banyak kita jumpai di dalam Al-Qur’an kisah-kisah yang dapat kita jadikan ibrah atau pelajaran dalam mendidik dan mengajar, di antaranya adalah kisah keluarga Imran, kisah Nabi Nuh AS, kisah Maryam, kisah Nabi Luth, kisah Nabi Ibrahim, dan sebagainya.
Untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah. Apalagi seorang guru yang mengajar di lembaga pendidikan usia dini yang inklusif. Yang permasalahan begitu komplek, maka kita dituntut untuk mempunyai konsep yang jelas dan setrategi yang matang. Karena konsep yang jelas dan setrategi yang matang akan sangat membantu memperlancar proses pembelajaran anak. Pembelajaran akan lebih mudah dicerna dan ditangkap oleh anak didik. Secara konsep, guru yang profesional harus menguasai beberapa hal yang sangat berkaitan erat dengan pendidikan: Mengetahui dasar-dasar pendidikan, filsafat pendidikan, tujuan dan arah pendidikan, baik dalam skala tingkat institusi ataupun nasional juga tujuan menurut Islam.
Berkaitan dengan pengembangan pengajaran dan pembelajaran, seorang guru yang profesional dituntut untuk: mengetahui dan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai guru, mampu menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, menguasai pendekatan dan metode pembelajaran, mampu membimbingng dan membina anak didik, mempunyai sertifikasi uji kompetensi guru, mempunyai pengetahuan tentang undang-undang yang berkaitan dengan guru, contoh UU No 14 tahun 2005.

Syarat-Syarat Menjadi Guru yang Profesional
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi guru yang profesional, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Guru harus menguasai bidang yang diajarkannya. Ia juga harus memiliki inovasi dalam praktik pengajarannya, mencintai pekerjaan dan siswanya, mengerahkan segala potensi yang dimilikinya dalam pendidikan untuk mencapai pendidikan yang baik dan maksimal, dan membekali diri dengan pengetahuan yang bermanfaat. Ia pun harus bisa mengajarkan tingkah laku yang agung atau akhlakul karimah, melakukan aktivitas yang mampu menjauhkan anak didiknya dari kebiasaan buruk.
2. Guru harus menjadi suri tauladan yang baik, dalam perkataan maupun perbuatannya. Sekiranya ia melaksanakan tugasnya untuk Allah, umat, dan siswanya, maka ia harus menyukai segala hal baik yang disukai oleh anak didiknya itu seperti halnya ia juga menyukai hal baik untuk dirinya. Ia pun harus menjadi seorang pemaaf dan toleran. Oleh karenanya, jika ia pun harus menghukum, maka ia menghukum atau memberi sanksi dengan kasih sayang. Rasulullah SAW bersabda, “tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia bisa menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri.”
3. Guru harus memiliki akidah yang kuat. Karena guru itu nantinya juga dituntut untuk dapat menanamkan akidah yang kuat ke sanubari anak didiknya. Sehingga nantinya guru tersebut benar-benar dapat membentuk sebuah generasi intelek yang muttaqin, yang mampu membaca ayat-ayat Allah dalam rangka mengelola dan memelihara bumi Allah.
4. Guru harus melaksanakan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan kepada anak-anak didiknya, mulai dari tingkah laku, akhlak, dan ilmu yang diajarkan. Jangan sampai ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan apa yang dikatakannya sendiri, sebab Allah SWT berfirman sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan” ayat ini menjadi peringatan bagi kita semua yang mengatakan sesuatu tetapi tidak mengerjakannya. Sehingga dalam do’anya, Rasulullah SAW mengengadah, “Ya Allah, aku berlingdung kepada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR Muslim). Maksud dari hadits ini adalah Rasulullah berlindung dari ilmu yang tidak diamalkan, ilmu yang tidak disampaikan kepada orang lain, dan ilmu yang tidak mampu mendidik akhlak dengan kata lain tidak bermanfaat.
5. Guru harus mengetahui bahwa tugasnya sebagai pendidik menyerupai tugas seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan petunjuk Tuhan kepada umat manusia. Ia pun harus bisa memberi pemahaman tentang Tuhan dengan sebenar-benarnya. Begitu juga posisinya tak ubahnya seperti orang tua yang dengan lemah lembut mengajarkan siswa-siswanya. Ia juga harus bisa mencintai mereka layaknya orang tua. Ia bertanggung jawab kepada semua siswa dalam urusan kehadiran mereka dan perhatian mereka kepada pelajarannya. Ia bahkan dianjurkan mau berbuat baik dalam membantu anak didiknya dalam menyelesaikan masalah dan hal yang lain, yang merupakan bagian dari tanggung jawabnya.
6. Seorang guru harus mempunyai akhlak yang luhur, tingkat pendidikan dan kecerdasan yang tinggi. Oleh karena itu, guru berkewajiban untuk berusaha mamperbaiki akhlaknya dan menambah pengetahuannya. Rasulullah sendiri tidaklah diutus ke dunia ini melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
7. Seorang guru yang profesiaonal senantiasa tolong menolong dengan rekan seperofesinya sesama pendidik. Ia pun diharapkan dapat saling berbagi dan bermusyawarah dengan mereka yang lebih berpengalaman dalam mendidik. Sehingga dengan demikian pembelajaran dan pengajaran yang dicita-citakan dan direncanakan dapat dicapai.
8. Seorang guru hendaknya mau mengikuti jejak para ulama yang merupakan pewaris para nabi dalam rangka mencari kebenaran dan juga tunduk pada prinsip-prinsiip kebenaran tersebut.
9. Seorang guru harus berlaku jujur dalam bertutur kata. Karena kejujuran itu pasti membawa kebaikan. Oleh karena itu seorang pendidik tidak pantas berdusta walaupun itu dianggap menguntungkan.
10. Seorang guru hendaklah menghiasi dirinya dengan sifat sabar pada saat menghadapi segala macam permasalah siswanya ketika belajar. Apalagi kita sebagai guru yang berada di lingkungan pendidikan usia dini yang sering menghadapi anak yang mempunyai karakter psikologis yang berbeda maka kita dituntut untuk mempunyai kesabaran yang lebih dari pada guru yang mengajar di SLTP ataupun SMU.

Strategi Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan
Dalam quantum teaching dikemukakan bahwa pembelajaran yang menarik dan menyenangkan itu diibaratkan seperti kita sedang memainkan musik orkes simphoni, semakin kompak, semakin senergis iramanya semakina asyik atau semakin fun baik pemain atau pendengarnya, tanpa merasa lelah ataupun capek melakukannya. Karena permainan musik tersebut benar-benar dikendalaikan oleh seorang konduktor yang profesional yang mampu mengorkestrasikan konteks dan konten (isi). Demikian pula dalam mengajar, layaknya bermain musik, harus kita lakukan melalui 2 persiapan. Pertama adalah persiapan konteks dan kedua adalah persiapan isi. Persiapan konteks adalah persiapan yang meliputi suasana yang hangat, landasan yang kokoh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan pembelajaran yang dinamis. Dengan kata lain bahwa segala apa yang ada di kelas, sekolah ataupun lingkungannya, baik itu berupa benda maupun orangnya (segenap aspek civitas akademik, mulai dari guru, siswa sampai tukang kebun) itu adalah merupakan elemen pendidikan yang bila dikoordinasikan menjadi satu akan melahirkan sesuatu yang sangat luar biasa bagaikan musik orkestra yang telah dibahas di atas. Kita juga perlu mengingat bahwa dalam tataran konsep pendidikan, semuanya itu berbicara dan semuanya mempunyai arti, sehingga dapat mempengaruhi peserta didik untuk siap mengikuti pembelajaran secara fun.
Pertama, persiapan konteks yang meliputi:
1. Suasana yang menggairahkan atau suasana yang hangat dalam belajar, suasana ini dapat tercipta melalui: kekuatan-terpendam niat, jalinan rasa simpati dan saling pengertian, keriangan dan ketakjuban, pengambilan resiko, rasa saling memiliki, dan keteladanan.
2. Landasan yang kokoh, landasan ini dapat dibangun dengan: menentukan tujuan, penggunaan prinsip 8 kunci keunggulan (integritas, kegagalan awal kesuksesan, bicaralah dengan niat baik, hidup saat ini, komitmen, tanggung jawab, sikap luwes, dan keseimbangan) serta 3 cara mengajarkannya (berikan teladan untuk perilaku yang ingin Anda lihat pada siswa, memperkenalkan 8 kunci melalui cerita dan perumpamaan, terapkan kunci-kunci itu dalam kurikulum kita), mempunyai keyakinan akan kemampuan, membuat aturan dan kebijakan, menjaga komunitas mitra belajar.
3. Lingkungan yang mendudukung yang dibentuk melalui: gelar poster warna-warni yang menarik, penggunaan alat bantu, pengaturan bangku yang tidak monoton, memanfaatkan (aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya), dan penggunaan musik yang mendukung.
4. Perencanan pengajaran yang dinamis. Untuk merencanakannya diperlukan: penggunaan prinsip Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita Ke Dunia Mereka, modalitas VAK (visual, auditorial, dan kenestetik), model kesuksesan dari sudut pandang perancang (guru), memodelkan filosofi pembelajaran dan pengajaran dengan sistem TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, rayakan), kecerdasan yang dianut adalah kecerdasan berganda atau multiple intelligence SLIM-n-BIL (spasial-visual, linguistik-verbal, interpersonal, musikal-ritmik, naturalis, badan-kinestetik, intrapersonal, dan logis-matematis), penggunaan metafora, perumpamaan, dan sugesti.
Yang kedua adalah persiapan konten atau isi yang berkaitan dengan keterampilan bagaimana menyampaikan atau mengejawantahkan kurikulum menjadi sebuah setrategi dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas-kelas atau pembelajaran outdoor. Persiapan in terdiri dari: penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.
1. Penyajian yang prima dalam proses pembelajaran: pertama, kita diharuskan menggunakan prinsip-prinsip quantum teaching, sehingga timbul pertanyaan sudahkah kita menjadi quantum teacher?. Kedua, pencocokan modalitas atau penggunaan prinsip VAK (visual, auditorial, kinestetik) dalam setiap proses pembelajaran. Ketiga, menggunakan empat prinsip komunikasi ampuh (munculkan kesan, arahkan fokus, inklusif, spesifik). Keempat, menggunakan komunikasi verbal. Kelima, mempresentasikan dengan efektif. Keenam, penambatan (menambatkan pada sesuatu yang tidak bisa kita lupakan)
2. Fasilitasi yang luwes yaitu cara yang dipakai untuk memudahkan tingkat partisipasi para siswa atau anak didik guna menciptakan proses belajar yang maksimal. Fasilitasi yang elegan terdiri dari beberapa prinsip yaitu: prinsip KEG (know it, explain it, get it and give feedback), model kesuksesan dari sudut pandang fasillitator (yaitu dengan melihat secara keseluruhan, terapkan pendedahan pertama kali yang multisensori/multikecerdasan, penggunaan segmen-segmen, penggunaan pengulangan yang sering, prinsip 10-24-7), membaca pendengar anda, mempengaruhi prilaku melalui tindakan, menciptakan setrategi berpikir, tanya jawab belajar.
3. Guru mengajarkan keterampilan belajar kepada siswanya agar mereka dapat dengan cepat dan efektif menguasai pelajaran. Adapun cara-caranya adalah sebagai berikut: Studi kasus dengan menerapkan 5 keterampilan (konsentrasi terfokus, cara mencatat, organisasi dan persiapan tes, membaca cepat, teknik mengingat), memanfaatkan gaya belajar (visual, auditorial, dan kinestetik), keadaan prima untuk belajar (dengan memberi siswa metode SLANT = sit up, lean forward, ask question, nod your head, talk to your teacher dan juga menggunakan keadaan alfa dalam mengingat informasi yang penting dengan asosiasi yang menyenangkan dan bermakna), mengorganisasi informasi (dengan cara membuat peta pikiran, catatan, belajar memutar), memunculkan si jenius kreatif (caranya dengan menggunakan 5 langkah quantum reading:

1. Jadilah pelajar yang ingin tahu
2. Memasuki konsentrasi yang terpusat
3. Super scan
4. Membaca
5. Mengulang
memaksimalkan memori (dengan mencantolkan/bercerita, metode penempatan)
4. keterampilan hidup yaitu cara-cara memberdayakan siswa untuk hidup di atas garis yaitu mengajarkan untuk lebih bertanggung jawab atas pilihan yang telah mereka tentukan, menggunakan komunikasi yang jernih dengan menggunakan OTFD (open the front door = bukalah pintu masuk itu)
O = open = observation (observsi)
T = the = thought (pikiran)
F = front = feeling (perasaan)
D = door = desire (keinginan),
dan kunci integritas dengan menggunakan empat bagian yang tertuang dalam AAMR (“It is all about my relationship”)
A = all = acknowledge (akui)
A = about = apologize (meminta maaf)
M = my = make it right (selesaikan)
R = relationships = recommit (berjanji lagi)
Dan membina hubungan pertalian guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru, dan sebagai pelajar seumur hidup

Pemilihan Metode Pembelajaran yang Efektif
Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan kepada intraksi peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta menekankan kepada kreatifitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah kemandirian dan kedewasaan.
Sesuai dengan pendekatan seperti yang telah dibahas di atas, metode pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. Berikut dikemukakan beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru:
1. Metode demontrasi
2. Metode inquiry (penyelidikan)
3. Metode penemuan
4. Metode eksperimen (percobaan)
5. Metode pemecahan masalah
6. Metode karyawisata
7. Metode perolehan konsep
8. Metode penugasan
9. Metode ceramah
10. Metode tanya jawab
11. Metode diskusi

Uji Kompetensi Guru
Untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru, perlu dilakukan sesuatu sistem pengujian kompetensi guru. Sejalan dengan kebijakan peraturan pemerintah mengenai otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan guru di daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk mengangkat kepala sekolah dan wakil kepala sekoklah.
Uji kompetensi guru dapat dilakukan secara nasional, regional, maupun lokal secara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan secara keseluruhan. Secara regional dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di provinsi masing-masing. Sedangkan secara lokal dapat dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di daerah dan kota masing-masing. Bahkan dalam tingkat sekolah pun, uji kompetensi dapat dilakukan di sekolah masing-masing untuk mengetahui kompetensi guru di sekolah tersebut. Hal demikian dapat dilakukan jika sekolah tersebut mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap, di antaranya adalah adanya research and developement department atau departemen penelitian dan pengembangan (LITBANG) yang didukung oleh komponen yang lain seperti human resources departmen (HRD) untuk menseleksi dan menguji kompetensi guru.
Uji kompetensi guru, baik teoritis maupun secara praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Sebegitu pentingnya uji kompetensi tersebut, karena uji kompetensi guru itu sendiri adalah merupakan:
Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru
Merupakan alat seleksi penerimaan guru
Untuk mengelompokkan guru
Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum
Merupakan alat pembinaan guru
Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Materi Uji Kompetensi Guru
Materi uji kompetensi guru dijabarkan dari kriteria profesional. kriteria profesional jabatan guru mencakup fisik, kepribadian, keilmuan, dan keterampilan sebagai berikut:
a. Kemampuan Dasar (Kepribadian)
1. Beriman dan bertakwa
2. Berwawasan pancasila
3. Mandiri penuh tanggung jawab
4. Berwibawa
5. Berdisiplin
6. Berdedikasi
7. Bersosialisasi dengan masyarakat
8. Mencintai peserta didik dan peduli terdahadap pendidikannya
b. Kemampuan Umum (Kemampuan Mengajar)
1. Menguasai ilmu pendidikan dan keguruan yang mencakup
a) Psikologi pendidikan
b) Teknologi pendidikan
c) Metodologi pendidikan
d) Media pendidikan
e) Evaluasi pendidikan
f) Penelitian pendidikan
2. Menguasai kurikulum yang mencakup
a) Mampu menganalisis kurikulum, merencanakan pembelajaran, mengembangkan silabus, dan mendayagunakan sumber belajar.
b) Mampu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode, kegiatan, dan alat bantu pembelajaran yang sesuai.
c) Mampu menyusun program perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang kurang mampu.
d) Mampu menyusun program pengayaan (enrichment) bagi peserta didik yang pandai.
3. Menguasai didaktik metodik umum
a) Mampu menggunakan metode yang bervariasi
b) Mampu mendorong peserta didik untuk bertanya
c) Mampu membuat alat peraga sederhana
4. Menguasai pengelolaan kelas
a) Menguasai pengelolaan fisik kelas
b) Menguasai pengelolaan pembelajaran
c) Menguasai pengelolaan dan pemanfaatan pajangan kelas
5. Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi peserta didik
a) Mampu menyusun instrumen penilaian kompetensi peserta didik dalam ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik.
b) Mampu menilai hasil karya peserta didik, baik melalui tes maupun non tes (observasi, jurnal, portofolio)
c) Mampu menggunakan berbagai cara penilaian, baik tertulis, lisan maupun perbuatan
6. Mampu mengembangkan aktualisasi diri
a) Mampu bekerja dan bertindak secara mandiri untuk memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
b) Mampu berprakarsa, kreatif, dan inovatif, dalam mengemukakan gagasan baru, dan mempelajari, serta melaksanakan hal-hal baru
c) Mampu meningkatkan kemampuan melalui kegiatan membaca, menulis, seminar, lokakarya, melanjutkan pendidikan, studi banding, dan berperan serta dalam organisasi.
c. Kemampuan Khusus (Pengembangan Keterampilan Mengajar)
a) Keterampilan bertanya
b) Memberi penguatan
c) Mengadakan variasi
d) Menjelaskan
e) Membuka dan menutup pelajaran
f) Membimbing diskusi kelompok kecil
g) Mengelola kelas
h) Mengajar kelompok kecil dan perorangan

Penutup
Alhamdulillahi rabbil alamin saya ucapkan makalah yang berjudul “Guru Profesional (Konsep dan Setrategi)” telah selesai, namun di balik selesainya makalah ini, penulis selaku makhluk yang tidak sempurna pastilah, makalah ini juga jauh dari harapan dan kesempurnaan. Karena memang pembuatan dan penulisan makalah ini, berbarengan dengan banyak tugas lain (Panitia UAS, pembuatan resume, kisi-kisi dan soal UAS Genap, juga tugas dari tim LITBANG) yang deadline waktunya juga bersamaan, sehingga makalah ini terkesan dibuat secara tergesa-gesa. Untuk itu demi kesempurnaan makalah ini, penulis mohon kritikan dan masukan dari siapapun yang membaca makalah ini. Mudah-mudahan meskipun kurang dari sempurna makalah ini, dapat menambah ilmu dan bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi guru. Amin

Kamis, 15 Januari 2009

PROBLEMATIKA FONOTAKTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP 3 MALANGBONG GARUT

BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu berbahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seluruh bangsa. Hal ini karena semua kegiatan di negara kita tidak terlepas dari penggunaan Bahasa Indonesia.
Salah satu cara untuk mencapai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah dengan menanamkan kebiasaan membaca buku yang berkaitan dengan kebahasaan dan kesastraan serta berlatih untuk menggunakannya secara teratur dan berkesinambungan.
Kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah pengaruh bahasa daerah yang merupakan bahasa kesatu penduduk di Indonesia.
Struktur dan keberadaan bahasa daerah di negara kita tentu sangat berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang resmi atau baku. J.S. Badudu menyatakan bahwa bahasa daerah dapat memperkaya sekaligus merusak bahasa Indonesia. Pernyataan lain juga menyebutkan bahwa untuk mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing akan mendapat hambatan karena pengaruh struktur dan abjad yang dimiliki oleh bahasa pertama.
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana gambaran problematika fonotaktik yang muncul dalam pelajaran Bahasa Indonesia di SMP akibat pengaruh fonem dalam Bahasa Sunda.”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberi gambaran bagaimana pengaruh fonem bahasa Sunda dalam penggunaaan bahasa Indonesia oleh siswa SMP.
Mengingat waktu yang dimiliki penulis sangat sempit, maka dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode studi literatur dan pengalaman penulis dalam mengajarkan Bahasa Indonesia di kelas.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

Bahasa Sunda merupakan bahasa kesatu atau bahasa ibu yang dimiliki dan dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Barat. Tentu saja sangat berpengaruh ketika pengguna bahasa Sunda harus belajar dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Banyak kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh masyarakat sunda khususnya siswa di kelas.
Kesalahan berbahasa (language errors) berbagai ragam jenisnya. Para pakar bahasa mengelompokkan jenis-jenis kesalahan sendiri-sendiri. Chomsky dalam Tarigan, 1990: 143, mengelompokkan kesalahan berbahasa disebabkan karena faktor kelelahan yang disebut performance. Kesalahan yang lainnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa yang disebut faktor kompetensi.
Ada perbedaan jenis dan jumlah fonem dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Perbedaan tersebut harus diakui keberadaanya karena merupakan warisan berbahasa yang digunakan secara turun temurun oleh penggunanya.
Huruf konsonan dalam bahasa Sunda sebanyak 18 buah yakni : ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, ja, ya, nya, ma, ga, ba, nga. Dan huruf vokal sebanyak 7 buah yakni : a, i, u, e, o, é, dan eu. Sedangkan komposisi huruf dalam bahasa Indonesia terdiri dari : a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, z.
Dilihat dari komposisi huruf dua bahasa diatas kita dapat mengetahui perbedaan dari keduanya. Bahasa Sunda tidak memiliki huruf “f, q, v, x dan z”, sedangkan bahasa Indonesia tidak memiliki huruf “é, dan eu .“
Dari perbedaan fonem kedua bahasa tersebut tentunya merupakan masalah tersendiri bagi guru bahasa Indonesia di Jawa Barat. Karena siswa terbiasa dengan bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari di rumah mereka. Sehingga ketika harus berhadapan dengan bahasa Indonesia di sekolah tentunya merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.
Berikut daftar masalah fonotaktik yang ditemui penulis dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas.
No
Kata
Pengucapan / Penulisan
1.
paragraf
aktif
pasif
daftar
paragrap
aktip
pasip
daptar
2.
qori
qudsi
qur’an
kori
kudsi
kur’an
3.
variasi
vaksinasi
pariasi
paksinasi
4.
sinar x
sinar ek
5.
zat
zaman
zam-zam
jat
jaman
jam-jam
6.
melangkah
seharusnya
dst.
meulangkah
seuharusnya

Penulis hanya mengetengahkan sebagian kecil dari masalah-masalah fonotaktik yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas.
Upaya yang dilakukan penulis agar siswa dapat mengucapkan fonem dengan benar adalah terus melatih pengucapan dengan memberi contoh cara mengucapkan dan memberi tugas daftar kata yang harus dilafalkan oleh siswa di rumah.

BAB III
SIMPULAN
Bahasa kesatu merupakan bahasa yang pertama kali dikenal manusia di dunia ini. Ketika harus belajar dan menggunakan bahasa kedua atau bahasa asing, bahasa pertama tentunya merupakan pengaruh yang sangat kuat dalam pembelajaran bahasa kedua atau asing. Tetapi ada peribahasa “Alah bisa karena biasa”, artinya sesulit apapun pembelajaran bahasa kedua dan seterusnya jika dibiasakan dengan cara-cara yang benar hasilnyapun akan baik dan benar.
Menuju proses berbahasa Indonesia yang baik dan benar harus melalui tahapan pembelajaran yang terus-menerus dan disertai ilmu kebahasaan yang berlaku.
Kita sebagai guru bahasa Indonesia memiliki tanggung jawab moril yang sangat besar dalam upaya mendidik dan mengajarkan bahasa Indonesia kepada calon-calon penerus bangsa. Jika kita sudah benar dan mengajarkan kepada anak didik dengan benar pula maka bahasa Indonesia akan tetap lestari sebagai bahasa yang memiliki kepribadian dan citra yang tinggi dan akan selamanya mengakar kuat sebagai bahasa pemersatu bangsa dan negara yang kita cintai ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV. KaryonoTarigan, Henry Guntur, Tarigan, Jago. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa

JABARAN PROGRAM TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN BUDAYA DI SEKOLAH

A. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP Pedagogik Transformatif
Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia
Kelas/Semester :VII/1
Standar Kompetensi :7 Memahami isi berbagai teks bacaan dengan membaca.
Kompetensi Dasar :7.2 Menyimpulkan isi teks bacaan yang dibaca.
Indikator :
(1) mampu menentukan tema teks bacaan yang akan disimpulkan.
(2) mampu menyimpulkan teks bacaan dengan bahasa sendiri.
Alokasi Waktu:2 x 40 menit (1 x pertemuan)

1. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menyimpulkan isi teks bacaan tentang budaya yang dibaca.
2. Materi Pembelajaran
Cara menentukan tema dan menyimpulkan isi teks bacaan tentang budaya yang diambil dari internet.

Rumah Adat Sunda yang Sakral
Senin, 12 Mei 2008
Bangunan bercat putih yang terbuat dari bilik bambu itu sepintas seperti tidak terurus. Pohon-pohon bambu tinggi, sarang laba-laba, dan guguran daun kering memenuhi jalan setapak menuju bangunan tersebut. Masyarakat di Desa Lebakwangi Batukarut, Kec. Arjasari, Kab. Bandung menyebutnya Situs Bumi Alit Kabuyutan atau rumah adat Sunda. Situs berusia ratusan tahun ini dipercaya memiliki daya magis untuk mengabulkan setiap permohonan bagi siapa saja yang semedi di dalamnya.
Sang juru kunci situs tersebut, H. Enggin Wasya Sasmita (85) menceritakan, di dalam kamar Bumi Alit Kabuyutan terdapat benda-benda pusaka yang memiliki kekuatan gaib, seperti keris, pedang, dan tombak. Benda-benda ini dikeluarkan dan dicuci dengan air kelapa saat Maulid Nabi Muhammad saw. Selain itu, di kamar itu juga sebagai tempat menyimpan berbagai sesaji yang dibawa peziarah.
Setiap malam Kamis dan Senin ada peziarah yang datang untuk bersemedi. Rata-rata mereka datang dengan segala masalah dan kesusahan, seperti masalah rumah tangga, jodoh, atau ingin usahanya lancar. Mereka membawa sesaji berupa kopi pahit, telur ayam kampung, kelapa muda, ketan, dan lain-lain, ungkap Enggin yang menjadi generasi ke-14 untuk menjaga situs tersebut.
Menurut dia, yang datang bersemedi rata-rata berusia 20 sampai 60 tahun, laki-laki dan perempuan. Selama dua hingga empat malam, mereka bersemedi sendiri, tanpa keluar Situs Bumi Alit Kabuyutan. Tidak makan dan minum karena konsentrasi berdoa, salat, dan zikir kepada Sang Khalik agar keinginan hati tercapai.
Ia berpendapat, bersemedi di Situs Bumi Alit Kabuyutan bukanlah kegiatan yang musyrik karena pada intinya mereka memohon kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk gaib atau sejenisnya. Benda-benda sesaji yang disyaratkan tersebut memiliki makna filosofis tertentu yang mendukung kegiatan semedi.
Situs Bumi Alit Kabuyutan merupakan cagar budaya yang tidak dijadikan objek wisata. Situs ini tidak dijadikan objek wisata, nanti terlalu ramai dan tidak tertib lagi, dan kesakralannya hilang. Kalau mau semedi saja yang bersangkutan harus puasa dulu dan ada ’permisi’-nya untuk masuk ke dalam rumah.
Ia menjelaskan, situs biasanya ramai saat Mauludan karena ada upacara khusus. Akan tetapi, para peziarah yang ingin bersemedi dapat terus datang. Mereka biasanya tahu dari orang-orang yang pernah datang. Enggin dan masyarakat di Ds. Lebakwangi Batukarut sama-sama menjaga kelestarian situs ini. Kami ingin tetap menjaga nilai-nilai tradisi, budaya, dan seni yang terkandung dalam Situs Bumi Alit Kabuyutan ini. Ini adalah warisan leluhur.

3. Metode Pembelajaran
a. Pemodelan
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Inkuiri
e. Demonstrasi
4. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Skenario Pembelajaran
Guru masuk kelas dan menyampaikan salam. Setelah membuka pembelajaran, guru memberikan apersepsi dan memberi keyakinan akan kebermaknaan serta kemanfaatan ilmu untuk pengetahuan dan bekal di masa depan.
Siswa diatur dan dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing kelompok ditentukan tugas dan kewajibannya.
Guru bercerita tentang adat dan kebudayaan di Indonesia. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang adat, budaya serta kebiasaan yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari siswa.. Siswa yang menjawab benar, diberi reward oleh guru sebagai tanda penghargaan atas keberanian dan prestasinya.
Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang bagaimana menentukan tema dan menyimpulkan sebuah teks bacaan yang ditampilkan melalui media presentasi. Sesekali guru bertanya dan mengarahkan konsentrasi siswa terhadap materi pembelajaran.
Masing-masing kelompok diberi teks bacaan yang sama yaitu Rumah Adat Sunda yang Sakral. Siswa secara kelompok mendiskusikan cara menentukan tema dan menyimpulkan sebuah teks bacaan.
Setelah semua kelompok selesai melaksanakan diskusi kelompok, guru membimbing siswa melaksanakan diskusi kelas. Siswa mengikuti jalannya diskusi kelas dengan antusias dan menanggapi laporan kelompok lain.
Guru melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran dengan cermat. Penilaian proses yang dilakukan guru adalah dengan mengamati siswa baik individu maupun kelompok dalam melakukan kegiatan belajar, terutama dalam melakukan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Penilaian Hasil adalah penilaian terhadap hasil diskusi berupa tulisan siswa yang berisi jawaban atas perintah yang disampaikan guru.
Guru memberi reward kepada kelompok diskusi yang terbaik dan merayakannya di depan kelas. Kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi dipanggil ke depan kelas dan diumumkan sebagai keompok terbaik serta diberi hadiah sebagai penghargaan dan untuk memberi motivasi dalam mengikuti pembelajaran berikutnya. Siswa yang lain diminta untuk memberi selamat dan memberikan tepuk tangan. Setelah itu hasil siswa terbaik berhak untuk dipajang di papan pajangan kelas.
Siswa menerima tugas individu untuk mencari sebuah teks bacaan tentang budaya dari sumber lain lalu menentukan tema dan menyimpulkannya. Sumber lain yang dimaksud adalah surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya. Tugas individu tersebut dilakukan oleh siswa di rumah dan dikumpulkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia berikutnya.
Guru menutup pembelajaran dan memberi penguatan tentang materi dan kebermaknaannya dalam hidup. Dalam mengarungi kehidupan jika tidak disertai dengan ilmu pengetahuan akan mendapatkan kesulitan.


5. Media dan Sumber belajar
a. Media: Laptop, LCD, CD berisi Power Point materi pembelajaran
b. Sumber Belajar : Buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII untuk SMP/MTs Karangan Nurhadi dkk. Penerbit Erlangga tahun 2002
c. Internet http://www.kabupatenbandung.go.id.
d. Perpustakaan

6. Penilaian
a. Teknik : Penugasan
b. Bentuk instrumen : Unjuk Kerja
B. JABARAN PROGRAM TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN BUDAYA DI SEKOLAH.
Indonesia adalah salah satu Maha Karya Allah SWT. atas bumi yang kita cintai. Keanekaragaman berbagai hal menyakini kita akan keagungan-Nya. Bahasa dan budaya yang ada di Indonesia khususnya merupakan dua hal yang dianggap penting dalam kehidupan kita.
Budaya sebagai warisan nenek moyang suatu bangsa harus dikenalkan kepada anak didik kita sebagai pewaris bangsa. Pengenalan budaya tersebut merupakan salah satu aspek pendidikan dalam upaya pengetahuan dan pewarisan aset bangsa.
Pewarisan budaya nenek moyang kepada pewaris awalnya bersifat konvensional. Biasanya pihak orang tua memberikan petuah berupa cerita tentang adat dan budaya leluhur dalam bentuk lisan. Anak-anak akan menerima pewarisan budaya tersebut secara konvensional pula. Mereka memahami budaya leluhur dalam taraf mengetahui saja dan untuk diwariskan lagi kepada anak-anak mereka kelak.
Cara konvensional tentunya sangat tidak tepat, karena kemungkinan adanya kesalahpahaman dan berkurangnya informasi sangat banyak. Pemahaman tentang budaya akan banyak bergeser bahkan berubah karena ketidaktepatan metode penyampaian.
Siswa perlu belajar tentang budaya berdasarkan pengalaman langsung agar pemahaman tentang budaya dapat melekat dan utuh dalam pikiran siswa. Upaya tersebut sejalan dengan prinsip ”Learning by doing” yang dikemukakan oleh John Dewey.
Siswa langsung terlibat dalam pembelajaran tentang budaya. Mereka mengamati, mencari dan memecahkan masalah tentang materi budaya dalam pembelajarannya. Dengan demikian pemahan budaya akan melekat erat dalam pemikiran siswa serta dalam keadaan utuh tanpa pengurangan dan pengaruh budaya asing.
Sekolah adalah tempat siswa belajar segala sesuatu hal. Tempat mentransfer berbagai ilmu pengetahuan. Di tempat ini siswa menerima berbagai ilmu untu hidup dan kehidupannya di masa depan. Disinilah tempatnya guru untuk mengubah paradigma lama tentang pewarisan budaya.
Dalam pembelajaran di kelas siswa, dengan bimbingan guru, metode yang sesuai, sarana dan prasarana yang lengkap, akan mencari sendiri materi tentang budaya. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pusat belajar bukan pada pendidik atau semata-mata pada peserta didik, atau organisasi pendidikan tetapi pada keseluruhan konstituen dari proses pendidikan itu dari pusat sampai ke pinggiran tidak terabaikan (Tilaar dalam Musfiroh, 2008 : 2).
Budaya, berdasarkan pedagogik tranformatif, harus disampaikan kepada siswa dengan proses, cara, atau kegiatan pengubahan sikap dan tata laku seseorang sebagai upaya pendewasaan mereka melalui pelatihan dan pengajaran yang terpadu dan terprogram dengan baik. Karena Pedagogik transformatif merupakan proses mentransformasikan ke arah yang lebih baik, karena bagaimanapun tingkah laku seseorang di dalam habitatnya merupakan hasil dari proses pendidikan.
Dalam RPP di bagian A, Penulis mencoba menyesuaikan antara materi tentang budaya dengan metode pembelajaran yang kontekstual. Pemilihan metode pemodelan, tanya jawab, diskusi, inkuiri, dan demonstrasi adalah alasan bahwa rencana pembelajaran yang tertulis merupakan salah satu upaya pedagogik transformatif dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Metode yang disampaikan dalam pembelajaran harus benar-benar tepat karena ada hubungannya dengan pengorganisasian siswa dalam belajar. Selain itu harus diperhatikan pula model pembelajaran yang diinginkan agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal (Bahri, dkk., 1995)
Model dan metode pembelajaran dalam RPP yang disampaikan mengacu pada teori karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL) Elaine B. Johnson (2006), yakni : adanya kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar yang bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif, dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta gambar, artikel, humor dll, laporan kepada orang tua bukan hanya laporan pendidikan tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Dalam Depdiknaas (2002), dikemukakan salah satu komponen utama CTL adalah Learning Community (masyarakat belajar) yaitu : 1) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar; 2) Bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri; 3) Tukar pengalaman; dan 4) Berbagai ide.
Salah satu metode yang dipilih dalam pembelajaran tersebut adalah diskusi. Dalam metode tersebut siswa dituntut untuk tanya jawab dan bekerja sama dalam mencari jawaban atas materi yang disampaikan. Hal ini sesuai dengan prinsip Cooperative Learning (CL) yakni siswa saling bergantung satu sama lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A., 2007).
Model CL tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan (Lie, A., 2007).
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, guru dalam membentuk kelompok diskusi siswa dengan benar. Siswa dituntut untuk menemukan materi pembelajaran (inquiry) dengan metode yang disediakan. Karena menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri (Depdiknas, 2002).
Siswa akan diminta langsung mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelpmpok kooperatif (PSMS, 2002).
Yang menjadi landasan pembelajaran budaya dalam RPP tersebut adalah :
a. Dalam KBM siswa dipandang sebagai manusia yang sedang dalam proses menjadi manusia yang seutuhnya;
b. Peserta didik merupaka manusia sosial yang harus berinteraksi dengan manusia lain dan dengan sejarah manusia sebelumnya;
c. Siswa sebagai subjek belajar yang memiliki karakteristik, gaya belajar, dan minat terhadap berbagai hal yang apabila digali, potensi-potensi tersebut akan bermanfaat bagi keluhuran martabatnya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat;
d. Siswa dihargai dan dipercaya sebagai peserta didik yang berhak mewujudkan kemampuannya dan ikut berpartisipasi sebagai penggerak budaya atau perubahan bagi masyarakatnya. (Musfiroh, 2008 : 3).
Guru sebagai mitra pembelajar berkewajiban membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar siswa guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Bantuan dari guru tersebut berupa upaya, strategi dan metode serta kesempatan yang optimal bagi siswa dalam menyerap berbagai materi ilmu pengetahuan.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semuanya dalam upaya menjadikan siswa sebagai subjek yang benar-benar memiliki potensi untuk mengubah dari tidak mengetahui apa-apa menjadi mengetahui banyak hal tentang apa-apa.
Semoga...........

DAFTAR PUSTAKA
Bahri Djamarah, Syaiful, dkk. 1995. Strategi Belajar mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta : Balai Pustaka.
Depdiknas, 2002. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta : Balai Pustaka.
http://www.kabupatenbandung.go.id.
Johnson, Elaine. 2006. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung : Mizan Learning Center.
Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Grasindo.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Pedagogik Transformatif. Bahan Kuliah. Tidak diterbitkan.
Pusat Sain Matematika Sekolah. 2002. Pembelajaran Kooperatif. PPS UNESA.

Skenario Pembelajaran Bahasa Indonesia

SKENARIO PEMBELAJARAN
MODEL PEMBELAJARAN “ SUHUF “ *)
Tugas Kuliah


Berikut adalah skenario pembelajaran Bahasa Indonesia kompetensi membaca siswa kelas VII semester genap tingkat SMP. Dengan Standar Kompetensi 11. Memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai dan Kompetensi Dasar 11.2 Menemukan gagasan utama/ ide pokok dalam teks yang dibaca.
Adapun indikator pencapaian hasil belajar siswa adalah sebagai berikut : 1) Mampu mengungkapkan gagasan utama/ide pokok dalam setiap paragraf pada suatu teks bacaan; dan 2) Mampu menunjukkan letak kali­mat utama dalam suatu pa­ragraf pada teks bacaan.
Alokasi waktu yang tersedia dalam pembelajaran membaca untuk mencari gagasan utama dalam paragraf, sesuai dengan silabus Bahasa Indonesia, adalah 2X 40 menit untuk satu kali pertemuan.
Tujuan pembelajaran yang diharapkan setelah kegiatan belajar mengajar berakhir adalah : 1) Siswa dapat menemukan gagasan utama/ide pokok dalam paragraf; 2) Siswa dapat menentukan kalimat utama dalam paragraf; dan 3) Siswa dapat menentukan kalimat penjelas dalam paragraf.
Materi Pokok yang disajikan dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menentukan gagasan utama/ide pokok, kalimat utama dan kalimat penjelas dalam sebuah paragraf yang dibaca siswa. Siswa diberi materi sebuah paragraf sederhana untuk dicari dan ditentukan gagasan utama/ide pokok dan kalimat utamanya.
Metode yang digunakan guru untuk pencapaian tujuan dan hasil pembelajaran adalah :
a. Pemodelan
Guru menampilkan sebuah model paragraf sederhana untuk dibacakan dan dianalisis bersama siswa tentang gagasan utama/ide pokok dan kalimat utamanya yang diambil dari sebuah surat kabar.
b. Inquiri
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi mencari sendiri dan menyusun kartu-kartu kalimat (suhuf) sehingga membentuk paragraf yang padu kemudian menentukan gagasan utama/ide pokok dan kalimat utamanya.
c. Demonstrasi
Guru memberi contoh kepada siswa bagaimana mencari dan menyusun suhuf-suhuf sehingga membentuk paragraf yang padu kemudian menentukan gagasan utama/ide pokok dan kalimat utamanya.
d. Tanya jawab
Siswa bersama Guru melakukan tanya jawab tentang materi menentukan gagasan utama/ide pokok dan kalimat utama dalam sebuah paragraf.
e. Diskusi kelompok
Siswa diberi kesempatan melakukan diskusi kelompok untuk menentukan gagasan utama/ide pokok dan kalimat utama dalam sebuah paragraf.
Skenario Pembelajaran
Guru masuk kelas dan menyampaikan salam. Setelah membuka pembelajaran, guru memberikan apersepsi dan memberi keyakinan akan kebermaknaan serta kemanfaatan ilmu untuk pengetahuan dan bekal di masa depan.
Siswa diatur dan dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing kelompok ditentukan tugas dan kewajibannya.
Guru membacakan sebuah paragraf sederhana. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang gagasan utama paragraf, kalimat utama, dan kalimat penjelas dengan bergantian. Siswa yang menjawab benar, diberi reward oleh guru sebagai tanda penghargaan atas keberanian dan prestasinya.
Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi mencari gagasan utama, kalimat utama , dan kalimat penjelas dalam paragraf yang ditampilkan melalui media presentasi yakni Power Point materi pembelajaran tentang gagasan utama dalam paragraf.. Sesekali guru bertanya dan mengarahkan konsentrasi siswa terhadap materi pembelajaran.
Dalam satu paragraf terdapat hanya satu gagasan utama. Gagasan utama adalah ide, gagasan, dan maksud yang disampaikan pengarang yang menjiwai seluruh paragraf. Kalimat Utama adalah kalimat yang didalamnya berisi gagasan utama. Kalimat penjelas adalah kalimat yang menjelaskan kalimat utama.
Untuk membedakan kalimat utama dengan kalimat penjelas dapat dilakukan dengan cara sederhana yang membutuhkan penalaran yaitu membaca dengan seksama kalimat tersebut. Jika setelah membaca kalimat tersebut kita langsung mengerti maksudnya, maka kalimat tersebut merupakan kalimat utama. Tetapi jika setelah membaca kalimat tersebut kita tidak dapat mengerti maksudnya, maka kalimat tersebut adalah kalimat penjelas.
Langkah-langkah mencari kalimat utama dalam paragraf adalah sebagai berikut :
Pertama, Guru menyediakan sebuah paragraf yang agak panjang (misalnya terdiri dari 4 kalimat yang diambil dari buku teks yang digunakan siswa). Contoh paragraf tersebut akan dijadikan sebagai bahan diskusi siswa. Berikut contoh paragraf yang akan dianalisis siswa :
Pantai Plengkung bisa dicapai dengan dua cara perjalanan, yaitu melalui darat dan laut. Pantai ini memiliki gelombang yang besar dan indah sehinga sangat disukai para peselancar. Pantai ini seakan surga bagi peselancar karena ombaknya yang besar dengan ketinggian 2-6 meter dan panjang gelombang 2 km yang susul menyusul sejauh tujuh gelombang. Dalam interval 5 menit mampu menciptakan pemandangan yang indah.
Kedua, Guru memisahkan kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut dengan cara digunting menjadi suhuf-suhuf yang terpisah. Kemudian suhuf-suhuf tersebut diacak. Berikut contoh suhuf-suhuf :

Pantai Plengkung bisa dicapai dengan dua cara perjalanan, yaitu melalui darat dan laut.


Pantai ini memiliki gelombang yang besar dan indah sehinga sangat disukai para peselancar.


Pantai ini seakan surga bagi peselancar karena ombaknya yang besar dengan ketinggian 2-6 meter dan panjang gelombang 2 km yang susul menyusul sejauh tujuh gelombang.


Dalam interval 5 menit mampu menciptakan pemandangan yang indah.


Ketiga, suhuf-suhuf tersebut diserahkan kepada masing-masing kelompok untuk didiskusikan. Langkah –langkah diskusi kelompok yang dilakukan siswa adalah sebagai berikut :
- Bacalah suhuf-suhuf satu persatu dengan cermat.
- Cari kalimat yang selesai dibaca dapat dimengerti isi maksudnya.
- Letakkan kalimat tersebut pada urutan pertama.
- Bacalah suhuf yang lain dan cobalah dekatkan dengan suhuf sebelumya, jika ada keterpaduan, langsung simpan di urutan berikutnya.
- Setelah selesai semua suhuf dianalisis, baca keseluruhan paragraf untuk memeriksa katerpaduan antar kalimat-kalimatnya.
- Diskusikan kembali dengan kelompok untuk memastikan bahwa hasil pekerjaannya benar.
Keempat, Setelah semua kelompok selesai melaksanakan diskusi kelompok, guru membimbing siswa melaksanakan diskusi kelas. Siswa mengikuti jalannya diskusi kelas dengan antusias dan menanggapi laporan kelompok lain.
Kelima, Guru melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran dengan cermat. Penilaian proses yang dilakukan guru adalah dengan mengamati siswa baik individu maupun kelompok dalam melakukan kegiatan belajar, terutama dalam melakukan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Penilaian Hasil adalah penilaian terhadap hasil diskusi berupa tulisan siswa yang berisi jawaban atas perintah yang disampaiak guru.
Keenam, Guru memberi reward kepada kelompok diskusi yang terbaik dan merayakannya di depan kelas. Kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi dipanggil ke depan kelas dan diumumkan sebagai keompok terbaik serta diberi hadiah sebagai penghargaan dan untuk memberi motivasi dalam mengikuti pembelajaran berikutnya. Siswa yang lain diminta untuk memberi selamat dan memberikan tepuk tangan. Setelah itu hasil siswa terbaik berhak untuk dipajang di papan pajangan kelas.
Ketujuh, Siswa menerima tugas individu untuk mencari dan menentukan gagasan utama dan kalimat utama dalam paragraf yang telah dibaca oleh siswa dari sumber lain. Sumber lain yang dimaksud adalah surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya. Tugas individu tersebut dilakukan oleh siswa di rumah dan dikumpulkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia berikutnya.
Kedelapan, Guru menutup pembelajaran dan memberi penguatan tentang materi dan kebermaknaannya dalam hidup. Dalam mengarungi kehidupan jika tidak disertai dengan ilmu pengetahuan akan mendapatkan kesulitan.
Media dan Sumber Belajar yang digunakan guru untuk mencapai keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini adalah : 1) Media presentasi ( Laptop, LCD, CD berisi Power Point materi ); 2) Contoh paragraf yang diambil dari buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII untuk SMP/MTs Karangan Nurhadi dkk. Penerbit Erlangga tahun 2002; 3) Kartu-kartu kalimat (suhuf)
Penilaian yang dilakukan guru untuk menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran ini adalah dengan menggunakan teknik tugas dalam bentuk unjuk kerja yakni diskusi kelompok dan diskusi kelas. Berikut adalah tugas yang harus dilakukan siswa dalam diskusi kelompok :
a. Susunlah 4 kartu kalimat (suhuf) menjadi paragraf yang padu. Cari dan tentukan kalimat utamanya !
b. Tulislah gagasan utama dan kalimat utama paragraf tersebut !


*) Kata suhuf diadopsi dari bahasa Arab. Suhuf artinya lembaran-lembaran.
Dalam sejarah Islam sejak diterima oleh Rasul masih berupa suhuf. Pada zaman Khalifah Utsman Bin ‘Affan suhuf tersebut disatukan menjadi Kitab suci Al-Quran.



Lampiran
Pantai ini memiliki gelombang yang besar dan indah sehinga sangat disukai para peselancar.
Pantai Plengkung bisa dicapai dengan dua cara perjalanan, yaitu melalui darat dan laut.

Dalam interval 5 menit mampu menciptakan pemandangan yang indah.
Pantai ini seakan surga bagi peselancar karena ombaknya yang besar dengan ketinggian 2-6 meter dan panjang gelombang 2 km yang susul menyusul sejauh tujuh gelombang.Kartu-Kartu Kalimat ”Suhuf” yang digunakan dalam pembelajaran